rss

Senin, Juni 29, 2009

Senyum

Sore itu diruang tunggu praktek seorang dokter gigi, seorang laki-laki setengah baya tampak duduk termenung di sudut bangku panjang. Sesekali mulutnya mendesah menahan rasa nyeri yang tak kunjung pergi dari gerahamnya. Disebelahnya seorang ibu muda sedang menggendong seorang anaknya yang baru berumur 3 tahun. Dengan botol susu di mulutnya, bayi itu terlihat sangat menikmati. Dan tak jauh darinya masih ada 2 orang lagi yang sama-sama antri


Nyaris tak ada obrolan diantara mereka, suasana terkesan dingin dan kaku. Dari raut muka mereka, seolah menyiratkan keluhan-keluhan yang enggan untuk diungkapkan. Dalam hati mungkin mereka menyesali, mengapa harus sakit segala? Sudah rugi waktu, rugi uang, ah benar-benar membosankan..

Sudah hampir setengah jam mereka menunggu, barangkali sedang ada operasi cabut gigi didalam. Jadi lumayan lama. Ditengah-tengah kebekuan, tiba-tiba terdengar suara benda jatuh. “dukk..!!” botol susu si balita yang dalam gendongan ibu muda itu terjatuh kelantai. Selidik punya selidik ternyata bukan karna gigitan si balita yang tidak mampu menahan berat botol susu tadi. Bukan juga karena sang ibu lengah tidak memegangi botol bayinya. Tetapi lebih karena senyum si balita yang tiba-tiba mengembang setelah melihat seekor kucing yang tiba-tiba menyelonong ke ruang tunggu. Keberadaan kucing tadi ternyata mampu membuat si balita tersenyum beberapa saat dan disusul tawa kecil yang terkekeh-kekeh menggemaskan yang keluar dari bibir mungilnya.

Lalu apa yang terjadi? Perhatian semua pengunjung langsung tertuju pada si balita lucu itu. Si Bapak sebelahnya pun spontan bereaksi, “Tuh kucingnya lari! Kuciinggg....sini maen sama adek..” “Hehe........berapa umurnya Bu?”sambung pengunjung yang lain. Lalu terjadilah obrolan ringan seputar balita dan kelucuanya. Disusul cerita si Bapak tentang cucunya yang baru lahir. Dan obrolan hangat itu pun telah memecah kebekuan yang sebelumnya mencekam.

Apa yang bisa kita ambil dari fragment diatas? Satu hal yang membuat kita sadar adalah betapa senyuman yang tulus mampu menghadirkan kehangatan secara ajaib. Semua tahu balita itu tak mengharapkan apapun dari senyumannya. Dia tidak ingin dibilang lucu tidak juga agar dikasih uang, apalagi tersenyum karena dipaksa ibunya, tidak sama sekali! Senyum yang keluar terlihat natural dan alami sekali. Tanpa tendensi manapun dan tanpa tekanan manapun. Lalu timbul pertanyaan menggelitik. “Mengapa kita tidak mengambil teladan dari si balita tadi?”, Terkadang kita susah sekali tersenyum. Kalaupun bisa mengapa senyuman kita malah mengundang kecurigaan orang lain. Terkesan sinis, penuh kepura-puraan, dll.
Para blogger mania, mulai sekarang marilah kita belajar tersenyum, jadikan kehadiran kita sebagai penghangat saudara-saudara kita yang lain. Alangkah indahnya hidup ini apabila kita semua bisa melakukanya. So seperti kata dalam sebuah lagu, Hadapi dengan senyuman . Ok?,sok renungkan sendiri aja ya.....




Artikel Terkait



0 komentar:


Posting Komentar

sok, coment dulu atu..

blog "GUE" on Facebook
 

Komentar Pengunjung

sobat blogger's